Showing posts with label Surveying. Show all posts
Showing posts with label Surveying. Show all posts

Pengukuran Kerangka Kontrol Vertikal dengan Waterpas (Waterpassing)

Tulisan ini saya buat secara cepat untuk memberikan gambaran teknis pengukuran KKV dengan waterpas yang saat ini sedang dipraktikan dalam mata kuliah Ilmu Ukur Tanah. Saya akan sempurnakan secara bertahap. Mohon maaf jika ada kesalahan.
=======================

Waterpas (sipat datar) adalah instrumen pengukur beda tinggi yang populer.
Alat ini relatif simple dalam penggunaannya. Hanya memiliki Sumbu 1 (sumbu 2 tidak ada), piringan horizontal saja, dan 1 nivo (pada umumnya nivo kotak, tanpa nivo tabung).
Jenis waterpas analog yang sering dipakai dalam praktik adalah waterpas tipe otomatis (dilengkapi dengan prisma pendulum). Lebih lanjut dapat dibaca DI SINI!



Salah satu fungsi waterpas adalah sebagai alat utama dalam pengukuran Kerangka Kontrol Vertikal (KKV).
Selanjutnya saya akan menjelaskan prosedur kerja pengukuran KKV dalam bentuk kring tertutup (loop).



DATA yang diukur:
1. Bacaan rambu depan (BA, BT, dan BB)
2. Bacaan rambu belakang (BA, BT, dan BB)

ALAT yang digunakan:
1. Waterpas dan statif 1 unit;
2. Rambu ukur 2 buah.

METODE yang digunakan adalah: pergi-pulang (PP), sehingga ada seksi pergi dan seksi pulang.
(metode double stand tidak digunakan dalam praktikum!)

PERHATIAN: Beberapa hal yang perlu digarisbawahi adalah:
  1. Waterpas diletakkan di antara 2 rambu (bukan tepat di tengah jarak antara 2 rambu);
  2. Terkait dengan poin 1, pemasangan waterpas tidak mengacu ke titik tertentu, sehingga hanya perlu dilakukan leveling (pengaturan nivo kotak) tanpa centering mekanis. Nivo kotak sebaiknya diatur dengan sekrup ABC, karena berdasarkan pengalaman akan lebih cepat dibandingkan dengan kaki statif;
  3. Penggunaan rambu dilakukan selang-seling; (lihat gambar)
  4. Slag wajib genap! Pada gambar terdapat 5 slag (ganjil), sehingga harus ditambahkan 1 slag lagi agar menjadi genap (6 slag).
Ketentuan nomor 3 dan 4 tersebut dalam rangka menghilangkan kesalahan titik nol rambu.

OLAH DATA:
  1. Lakukan hitungan seksi pergi dan seksi pulang secara mandiri;
  2. Setiap seksi wajib memenuhi syarat penutup tinggi, dalam hal ini 12 mm x akar kuadrat panjang slag total dalam kilometer;
    INGAT: panjang slag pergi berbeda dengan panjang slag pulang.
    Nilai 12 mm ditentukan berdasarkan Kelas Pengukuran WP seperti pada tabel.
  3. Panjang slag dihitung berdasarkan jarak optis antara alat ke rambu depan + rambu belakang. Rumus D = 100 x (BA-BB).
    Dalam hal ini Panjang Slag = Jarak Optis Instrumen ke Rambu Belakang + Jarak Optis Instrumen ke Rambu Depan;
    Perhatian: DILARANG memasukkan panjang sisi poligon sebagai panjang slag, mengingat waterpassing dan poligon adalah 2 kelompok data yang berdiri sendiri-sendiri dan tidak bisa dicampur aduk dalam pengolahannya!
  4. Selanjutnya dihitung delta H pergi dan delta H pulang untuk setiap slag.
    Nilai hampir sama, hanya berlawanan tanda! (delta H = beda tinggi)
  5. Hitung delta H terkoreksi, baik pergi maupun pulang!
  6. Hitung rerata delta H pergi terkoreksi dan delta H pulang terkoreksi.
  7. Hitung tinggi setiap titik KKV.

Terima kasih.

Yk - Dec.01.2021
Selepas Isya


Updated:
02 Des 2021 - 05.18 WIB

Soal Pokok Geodesi

Soal Pokok Geodesi (SPG) merupakan konsep dasar penentuan posisi planimetris (bidang datar).
Ada 2 (dua) buah SPG yang selanjutnya kita sebut sebagai SPG-1 dan SPG-2.

Sumber: www.indonesiasurvey.biz



SPG-1
Jika ada dua titik diketahui koordinatnya, maka dapat dihitung:
a. azimut antara 2 titik tersebut;
b. jarak antara 2 titik tersebut.

Rumus:
αAB= arc tan [(XB -XA) / (YB -YA)]
DAB = Ö [(XB -XA)2 +(YB -YA) 2]

SPG-2
Jika salah satu titik diketahui koordinatnya dan diketahui jarak serta azimut ke suatu titik yang lain, maka dapat dihitung koordinat titik yang lain tersebut dengan rumus sebagai berikut:

XB = XA + DAB sin αAB
YB = YADAB cos αAB
dalam hal ini:
X = absis ; Y = ordinat ; D = jarak ; α = azimut

Jenis-jenis Sudut

Dalam artikel Konsep Dasar Data Ukuran telah disebutkan bahwa sudut terdiri dari sudut horizonal dan sudut vertikal.

Sudut Horizontal antara lain: sudut horizontal “umum”, sudut azimuth.
Sedangkan alat utama untuk pengukuran sudut adalah Theodolit, Total Station, atau Waterpass
dengan alat alat bantu unting-unting atau reflektor menyesuaikan dengan instrumen utama yang digunakan.

sudut horizontal

Alat Ukur Beda Tinggi

Pembahasan dalam artikel kali ini tentang pengukuran jarak vertikal atau lebih lazim disebut dengan beda tinggi.

Jadi pengertian dasarnya: Beda Tinggi AB = Jarak Vertikal antara A dan B.
Satuan beda tinggi dalam Sistem Metrik (milimeter, meter).

Metode pengukuran beda tinggi adalah:

  1. Spirit (Direct) Leveling;
  2. Trigonometric (Indirect) Leveling;
  3. Stadia Leveling;
  4. Barometric Leveling;
  5. Gravimetric Leveling.

Spirit/Direct Leveling adalah metode pengukuran beda tinggi yang paling umum dan teliti.
Perlengkapan dalam Spirit Leveling terdiri dari:

      1. Alat Utama : Waterpass / Sipat Datar;

alat waterpas

Alat Ukur Jarak Tidak Langsung

Setelah membahas alat ukur jarak langsung,
sekarang kita lanjutkan peralatan survei yang digunakan dalam pengukuran jarak tidak langsung.

Dalam pengukuran jarak tidak langsung, secara singkat dapat dikatakan bahwa
data ukuran = “bukan” data jarak,
melainkan sudut, arah, bacaan rambu, waktu, cepat rambat gelombang elektromagnet dan sebagainya.
Jarak diperoleh berdasarkan rumus tertentu yang menggunakan data-data (variabel-variabel) di atas.

Alat Ukur Jarak Tidak Langsung terdiri dari:
  1. Alat Utama : EDM Instrument (EDM=Electronic Distance Measurement), Distometer/Distomat, Theodolit, Waterpass, Total Station, GPS Instrument (GPS=Global Positioning System);
  2. Alat Bantu : Statif/Tripod, Unting-unting, Rambu Ukur (Baak), Nivo Rambu, Sepatu Rambu, Prisma Reflektor, Pole dsb.
Alat ukur utama dan alat bantu untuk pengukuran jarak tidak langsung diproduksi oleh
Produsen alat survei a.l. :Wild Leica dan Kern (Swiss); Carl Zeiss (Jerman); Sokkia, Sokkisha, Nikon, dan TopCon (Jepang) dan sebagainya.

Foto-foto di bawah ini adalah beberapa contoh alat utama dan alat bantu:

Alat Ukur Jarak Langsung

Sebelum anda melanjutkan membaca artikel ini,
ada baiknya untuk review sejenak artikel tentang Konsep Dasar Data Ukuran.

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, bahwa ada 2 metode pengukuran jarak yaitu:
  1. Metode Langsung;
  2. Metode Tidak Langsung.

Kali ini kita membahas tentang pengukuran jarak langsung terlebih dahulu secara singkat.

pita ukur/meet band
Alat Ukur Utama Jarak Langsung

Konsep Dasar Data Ukuran

Tulisan ini sebagai pengantar bahasan tentang "Peralatan Survei".
Untuk memahami jenis alat ukur (instrumen) yang akan digunakan untuk pengambilan data,
maka seorang surveyor wajib memahami konsep data ukuran.
Pemahaman terhadap jenis data ukuran beserta spesifikasi teknis yang disyaratkan dalam TOR (Terms of Reference) menjadi dasar keputusan jenis peralatan survei yang akan digunakan.

JENIS DATA UKURAN


klasifikasi data ukuran


Syarat Sudut pada Poligon Terbuka Terikat Sempurna


Ini tulisan saya yang ke-2 dalam label "surveying".
Secara khusus membahas Poligon Terbuka Terikat Sempurna.
Bisa jadi tidak kronologis, tapi saya berharap ada manfaatnya.
==========

1.      Pendahuluan

Pada tahun 1995 Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) telah menetapkan adanya sistem referensi nasional dalam kegiatan pemetaan untuk seluruh wilayah Indonesia yang disebut dengan Datum Geodesi Nasional Tahun 1995 (DGN 95). Menindaklanjuti ketentuan tersebut Badan Pertanahan Nasional (BPN) menetapkan adanya sistem koordinat nasional untuk kegiatan pemetaan di lingkungannya yaitu dalam sistem proyeksi Transverse Mercator 3º (TM-3º). Upaya tersebut diawali dengan pemasangan kerangka kontrol horizontal sebagai jaringan titik ikat pemetaan bidang-bidang tanah. Kegiatan pengukuran kerangka kontrol horizontal oleh BPN menghasilkan distribusi Titik Dasar Teknik (TDT) dalam Orde 2, Orde 3 dan Orde 4 yang merupakan perapatan dari TDT Orde 0 dan Orde 1 yang dipasang oleh Bakosurtanal. Pengadaan TDT Orde 2 dan 3 dilaksanakan dengan pengukuran Global Positioning System (GPS), sedangkan TDT Orde 4 dengan metode poligon.

Metode Poligon merupakan metode terestris yang paling fleksibel untuk diterapkan pada berbagai bentuk daerah dan kondisi topografi medan. Berbagai metode penghitungan dapat digunakan dalam penghitungan koordinat poligon. Salah satu yang paling banyak dimanfaatkan adalah metode Bowditch karena kesederhanaannya dalam penentuan koordinat kerangka kontrol horizontal. Penghitungan Metode Bowditch menggunakan 2 kontrol hitungan yaitu kesalahan penutup sudut dan kesalahan penutup jarak (kesalahan jarak linier). Dalam kaitannya dengan kesalahan penutup sudut, salah satu keunikan sekaligus “kesulitan” untuk juru ukur dari poligon terbuka terikat sempurna adalah adanya kemungkinan penerapan berbagai rumus penghitungan syarat sudutnya.

Tulisan ini akan membahas variasi rumus penghitungan syarat sudut pada poligon terbuka terikat sempurna, kondisi yang memungkinkan munculnya rumus-rumus tersebut dan konversi antar kondisi untuk menghasilkan satu rumus saja.


2.      Poligon

Poligon sering diartikan sebagai segi banyak. Dalam beberapa buku teks  juga dijumpai istilah traverse yang diartikan sama dengan poligon. Syaifullah (2007) menyampaikan beberapa definisi poligon ataupun tulisan yang berkaitan dengan poligon. Poligon maupun traverse merupakan dua istilah yang identik. Bentuk poligon adalah bentuk traverse, metoda poligon adalah metoda traverse, pengukuran poligon adalah pengukuran traverse.

Dalam Petunjuk Teknis Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 Materi Pengukuran dan Pemetaan Pendaftaran Tanah dinyatakan bahwa metode poligon digunakan untuk pengukuran TDT Orde 4 dan TDT Perapatan. Jenis poligon yang bisa digunakan adalah :

  • Poligon Terikat (tidak membentuk loop) yang terikat di titik awal dan titik akhir

Perkembangan Penentuan Posisi untuk Pengadaan Jaring Kontrol Pemetaan di Indonesia


Ini tulisan saya tahun 2005. 
Insya Allah mengawali seri tulisan tentang survei dan pemetaan (surveying).

==========

Abstrak

Kegiatan  penentuan posisi yang menghasilkan jaring kontrol horisontal dan vertikal telah dilaksanakan di Indonesia sejak ratusan tahun lalu. Secara historis jaring kontrol pemetaan di Indonesia terbagi menjadi 3 kelompok yaitu jaring kontrol triangulasi, Doppler dan Global Positioning System (GPS). Pengadaan jaring kontrol pemetaan tersebut memiliki karakteristik yang spesifik seiring dengan perkembangan metode pengukuran dan teknologi peralatan survei yang ada.

Tulisan ini menguraikan secara singkat karakteristik dan sejarah jaring kontrol pemetaan di Indonesia. Selain itu untuk mengingatkan kembali tentang panjangnya perjalanan waktu  pengadaan jaring kontrol pemetaan tersebut dan “nilai” yang dimiliki, sehingga “semangat” dan upaya pemeliharaannya akan senantiasa dilakukan.