Showing posts with label Edukasi. Show all posts
Showing posts with label Edukasi. Show all posts

Public Speaking dalam Penyuluhan Pertanahan

Postingan ini adalah copasan tulisan saya yang berjudul URGENSI PENGUASAAN PUBLIC SPEAKING DALAM PENYULUHAN PERTANAHAN yang dimuat di buku Problematika Pengelolaan Pertanahan di Indonesia Terbitan STPN Press Tahun 2021.

Sumber: m.prindonesia.co

Public speaking adalah komunikasi lisan secara langsung yang dilakukan di depan sekelompok orang. Tujuan public speaking antara lain untuk mempengaruhi pendengar. Sering kali, tayangan elektronik digunakan untuk mendukung public speaking agar lebih menarik, meskipun penguasaan keterampilan bicara tetap menjadi syarat utama.
Penyuluhan adalah kegiatan berbicara di depan umum yang salah satunya bertujuan untuk menyampaikan informasi dan permintaan dukungan dari suatu program kerja. Pembicara tidak hanya wajib menguasai materi, tetapi juga harus memiliki kemampuan public speaking agar menarik minat audiens. Dengan demikian kegiatan tersebut bisa dipahami dengan baik dan masyarakat akan mudah untuk digerakkan—jika dibutuhkan.

Penyuluhan pertanahan merupakan kegiatan awal dalam rangka sosialisasi suatu program kerja dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Penyuluhan pertanahan menjadi salah satu kunci keberhasilan program kerja BPN yang memerlukan partisipasi masyarakat secara aktif. Namun, penyuluhan pertanahan acap kali hanya sebagai formalitas untuk memenuhi tahapan kegiatan yang harus ditempuh. Tidak semua penyuluh mampu berbicara dengan baik di depan publik dan tidak selalu disadari olehnya, karena penguasaan public speaking dianggap bukan masalah besar. Kesadaran tentang posisi strategis suatu kegiatan penyuluhan menjadi terabaikan, meskipun berdampak pada ketidakpedulian masyarakat—bahkan antipati—terhadap program kerja yang teragendakan.

Kegiatan Penyuluhan Pertanahan
Ada berbagai macam kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh BPN terkait dengan program dari masing-masing unit kerja. Dalam hal ini penulis mengambil contoh penyuluhan di kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sebagai Program Strategis Nasional yang menyita perhatian.
Penyuluhan PTSL dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan, Panitia Ajudikasi PTSL, satgas Fisik dan Yuridis, aparat desa hingga pemerintah daerah, penegak hukum, dan tokoh masyarakat. Target penyuluhan adalah semua masyarakat yang mempunyai/menguasai bidang tanah di wilayah desa/kelurahan tersebut, baik yang belum bersertipikat maupun yang sudah bersertipikat (ATR BPN, 2020).

Tujuan penyuluhan adalah agar PTSL tersosialisasi dengan baik, mendorong partisipasi aktif masyarakat, dan terjalinnya komunikasi ideal antar pihak. Penyuluhan dilakukan melalui forum pertemuan dengan masyarakat pemilik tanah. Dalam hal ini 1 paket penyuluhan maksimal sejumlah 200 orang yang mewakili 1.000 bidang. Selain itu juga dilakukan pembagian brosur/leaflet atau pemasangan spanduk (ATR/BPN, 2021).

Informasi yang disampaikan dalam kegiatan penyuluhan meliputi: tahap kegiatan, jadwal kegiatan secara keseluruhan, jadwal yang melibatkan masyarakat (misal: jadwal pengumpulan data fisik dan dokumen pertanahan, jadwal verifikasi dan kesepakatan batas, jadwal pengukuran, dan lain-lain), pembiayaan, harapan agar masyarakat berpartisipasi dalam beberapa kegiatan (misal: identifikasi bidang tanah, konfirmasi terhadap bidang-bidang tanah terdaftar, pemasangan tanda batas, kehadiran saat dilaksanakan verifikasi dan kesepakatan batas di lapangan, serta penandatanganan Gambar Ukur).

Urgensi Penguasaan Public Speaking
Public Speaking adalah salah satu kemampuan yang harus dimiliki dalam aktivitas profesional, akademis, dan sosial. Alasan tersebut yang mendasari public speaking merupakan keniscayaan. Problem public speaking bukan disebabkan oleh bakat, karena berbicara adalah bagian dari kebutuhan pribadi. Satu hal yang perlu diingat bahwa dunia nyata menuntut relasi dan interaksi dengan orang lain. Kita akan dihadapkan pada kenyataan—cepat atau lambat—bahwa kita tidak mungkin memilih “mati”, saat diharuskan bicara di depan publik (Bimasena, 2008).

Secara alamiah, manusia akan hidup dalam komunitas yang beragam. Setidaknya ada dua pergaulan yaitu masyarakat dan dunia pekerjaan atau pendidikan. Selain itu sudah menjadi kelaziman seseorang memiliki multikomunitas, sehingga semakin memiliki potensi untuk melakukan public speaking.
Pengusaha—yang memiliki kemampuan berbicara—bisa meluluhkan hati para komisaris dan konsumen, sebagai sumber kehidupan bisnisnya. Seorang dosen harus bisa menyampaikan ide dengan baik, sehingga kegiatan kuliah berjalan idel. Seorang manager harus mampu mengarahkan secara lisan, sehingga instruksi yang diberikan kepada bawahan dapat berjalan sesuai dengan keinginannya. Coba bayangkan jika para pengusaha, dosen/guru, dan atasan tidak memiliki keahlian dalam berbicara, apakah hal itu tidak mungkin terjadi. Hal yang sama juga wajib dilakukan oleh seorang penyuluh PTSL, sehingga masyarakat memiliki kesadaran berpartisipasi dalam PTSL.

Permasalahan Public Speaking
Target audiens penyuluhan PTSL adalah masyarakat pemilik/penguasa bidang tanah. Mereka bisa dipastikan memiliki perbedaan dalam hal usia, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan tingkat pemahaman tentang pertanahan. Dengan demikian seorang penyuluh wajib berempati pada kondisi tersebut, sehingga cara penyampaiannya akan tepat sasaran.

Pembicara yang kurang terampil akan menciptakan belenggu mereka sendiri, sehingga gagal mewujudkan tujuan berbicara. Kasali (2003) mengungkapkan bahwa melakukan presentasi memang tidak mudah. Kita harus menghadapi orang dengan ragam karakter yang mungkin menyulitkan. Kendala bisa mulai dari diri sendiri yang merasa nervous, gugup, sampai pada pendengar yang jenuh lantas tertidur atau berbicara sendiri-sendiri.

Sherman (2012) menyampaikan bahwa 10 kesalahan yang sering dilakukan public speaker pemula yaitu:
  1. Memulai presentasi dengan “rengekan”. Contoh: Prolog berupa ucapan terima kasih yang terlalu panjang. Mulailah dengan pembuka yang menarik bagi audiens. Start with a bang!;
  2. Menirukan gaya bicara dan gesture orang lain. Jati diri kita akan hilang!;
  3. Gagal memahami audiens. Berbaurlah sebelum presentasi, sehingga lebih mengenal audiens kita;
  4. Gagal menghadirkan rasa santai. Mendengarkan lagu, menarik napas dalam-dalam, dan mengangkat bahu akan menghilangkan gugup;
  5. Presentasi dengan cara membacakan teks—kata demi kata—maka kita akan menidurkan audiens. Manfaatkan kata-kata kunci untuk memfokuskan pembicaraan. Pandanglah mata pendengar. Bicaralah!;
  6. Menceritakan pengalaman orang lain. Tidak masalah. Namun, lebih baik jika menyampaikan kisah kita sendiri;
  7. Bicara tanpa semangat. Bergairahlah pada topik kita, maka audiens akan ikut bergairah;
  8. Mengakhiri presentasi dengan pertanyaan dan jawaban. Gantilah dengan pernyataan “Kita akan sampai di penutup”. Lanjutkan dengan cerita terkait materi utama atau sampaikan beberapa butir kesimpulan. Akhiri dengan kutipan atau ajakan untuk bertindak;
  9. Gagal dalam penyiapan presentasi. Reputasi kita dipertaruhkan. Persiapkan diri dengan baik, sehingga meninggalkan kesan baik;
  10. Gagal menyadari bahwa penguasaan public speaking wajib dilatih. Sama halnya dengan melakukan latihan agar lancar menggunakan bermacam peralatan.
Penyuluh PTSL wajib memiliki kesadaran bahwa banyak kegiatan yang melibatkan masyarakat secara aktif. Kehadiran mereka pada kegiatan penyuluhan merupakan bentuk awal partisipasi masyarakat dalam mendukung kegiatan PTSL. Jika itikad baik mereka tidak mendapatkan respon dari penyuluh dalam bentuk presentasi yang menarik, maka satu momen penting telah dilewatkan dengan sia-sia dan memiliki dampak pada ketidaklancaran pelaksanaan PTSL.

Solusi Problem Public Speaking
Opini yang menyatakan bahwa seorang pembicara tangguh ditentukan faktor bakat adalah tidak pernah ada, yang ada ialah bagaimana kita memahami cara berkomunikasi dengan benar, kemampuan mengolah vokal, dan menyadari dampak psikologis suatu presentasi terhadap audiens. Berbicara dengan artikulasi yang baik dan mengucapkan kata-kata secara jelas dan benar adalah kunci (Pane, 2004).

Struktur penyampaian materi mengikuti pola 4W+1H : Apa (what) sebagai pembuka.
Kemudian Siapa (who) yang melakukan “Apa” tadi, Di mana (where) dilaksanakan, dan Kapan (when). Sebagai penutup adalah Bagaimana (How) melaksanakannya (Oramahi, 2003).
Beberapa kelemahan umum seorang public speaker sudah disampaikan di atas, demikian juga untuk para penyuluh. Pada prinsipnya masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan beberapa langkah berikut:

1. Manajemen rasa takut dan panik
Anggaplah seorang penyuluh PTSL sudah memiliki cukup pengalaman dalam kegiatan penyuluhan. Namun, jika kita pembicara newbie, maka kontrollah kepanikan dan ketakutan, sehingga bukan mereka yang mengatur kita. Apa yang dialami saat semua hal destruktif terjadi, adalah identik dengan apa yang dialami saat kita bersemangat. Kita hanya perlu mengubahnya menjadi konstruktif.

2. Jadilah diri sendiri
Menjadi diri sendiri wajib dilakukan saat kita harus menyampaikan materi presentasi. Setiap orang memiliki gaya, termasuk para penyuluh senior yang menginspirasi kita. Namun, siapakah yang mampu menampilkan gaya kita secara maksimal, kecuali diri sendiri.

3. Berilah mereka, maka kita akan menerima
Sebagai penyuluh PTSL, kita menginginkan masyarakat berpartisipasi aktif dalam program tersebut. Kuncinya adalah memotivasi mereka. Jika kita ingin audiens bersemangat, kita harus bersemangat dalam penyampaian materi.

4. Jangan meminta maaf, mengakui keburukan atau menciptakan pembenaran
Tak perlu meminta maaf atau mengakui keburukan, apalagi menciptakan pembenaran pada program PTSL yang kita paparkan.
Setiap kali pernyataan negatif keluar dari mulut penyuluh, maka sebenarnya ia sedang berkata,"Jangan berharap banyak dari PTSL".

5. Libatkan audiens
Manusia adalah pendengar yang buruk. Rata-rata—setiap sembilan detik—audiens akan mendengarkan hal lain selain suara kita.
Audiens memiliki kecenderungan lupa pada 80% pesan kita. Di sinilah manfaat perangkat non verbal berupa alat bantu audiovisual.
Cara yang lebih efektif, adalah lupakan masalah telinga audiens, dan libatkan mereka secara aktif melalui interaksi personal. Misalnya dengan mendatangi tempat duduk mereka dan berdiskusi santai tentang kasus-kasus pertanahan yang mereka hadapi beserta solusinya.

Kesimpulan yang bisa diambil adalah penyuluh wajib membekali diri dengan penguasaan substansi PTSL dan kemampuan public speaking yang memadai. Dengan demikian masyarakat mendapatkan pencerahan materi dan memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam PTSL.

Daftar Pustaka
  1. Bimasena, Agung N., 2008, BICARA atau MATI: Sebuah Refleksi tentang “Public Speaking”, Pelatihan Jurnalistik Tahunan Badan Pers Mahasiswa SANDI, Yogyakarta: STPN.
  2. Kasali, Rhenald, 2003, Sukses Melakukan Presentasi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
  3. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, 2020, Kerangka Acuan Kerja/Term Of Reference Penyuluhan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap, Jakarta: ATR/BPN.
  4. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, 2021, Petunjuk Teknis Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, Jakarta: ATR/BPN.
  5. Sherman, Rob, 2012, 10 Biggest Public Speaking Mistakes, http://www.speakfreaks.com/rob-sherman---top-10-speaking-mistakes.html (diakses pada 8 Maret 2021).
  6. Oramahi, Hasan A., 2003, Menulis untuk Telinga, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
  7. Pane, Teddy R., 2004, Speak Out: Panduan Praktis dan Jitu Memasuki Dunia Broadcasting dan Public Speaking, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Tanda Hubung vs Tanda Pisah

Tanda hubung dan tanda pisah sekilas mirip, padahal nyata beda dari penulisan dan fungsinya.
 
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) menjelaskan bahwa tanda hubung (-) dan tanda pisah (—) memiliki fungsi yang berbeda.

Dalam bahasa Inggris, tanda hubung disebut en dash dan tanda pisah adalah em dash.


Sumber: YF Edukasi


TANDA HUBUNG

1.Tanda hubung dipakai untuk menandai bagian kata yang terpenggal oleh pergantian baris.

Misalnya:

  • Di samping cara lama, diterapkan juga ca-
    ra baru ….
  • Nelayan pesisir itu berhasil membudidayakan rum-
    put laut.
  • Kini ada cara yang baru untuk meng-
    ukur panas.
  • Parut jenis ini memudahkan kita me-
    ngukur kelapa.

2. Tanda hubung dipakai untuk menyambung unsur kata ulang.

Misalnya:

  • anak-anak
  • berulang-ulang
  • kemerah-merahan
  • mengorek-ngorek

3. Tanda hubung dipakai untuk menyambung tanggal, bulan, dan tahun yang dinyatakan dengan angka atau menyambung huruf dalam kata yang dieja satu-satu.

Misalnya:

  • 11-11-2013
  • p-a-n-i-t-i-a

4. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian kata atau ungkapan.

Misalnya:

  • ber-evolusi
  • meng-ukur
  • dua-puluh-lima ribuan (25 x 1.000)
  • 23/25 (dua-puluh-tiga perdua-puluh-lima)
  • mesin hitung-tangan

Bandingkan dengan

  • be-revolusi
  • me-ngukur
  • dua-puluh lima-ribuan (20 x 5.000)
  • 20 3/25 (dua-puluh tiga perdua-puluh-lima)
  • mesin-hitung tangan

5. Tanda hubung dipakai untuk merangkai
a. se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital (se-Indonesia, se-Jawa Barat);
b. ke- dengan angka (peringkat ke-2);
c. angka dengan –an (tahun 1950-an);
d. kata atau imbuhan dengan singkatan yang berupa huruf kapital (hari-H, sinar-X, ber-KTP, di-SK-kan); e. kata dengan kata ganti Tuhan (ciptaan-Nya, atas rahmat-Mu);
f. huruf dan angka (D-3, S-1, S-2); dan
g. kata ganti -ku-mu, dan -nya dengan singkatan yang berupa huruf kapital (KTP-mu, SIM-nya, STNK-ku).

Catatan: Tanda hubung tidak dipakai di antara huruf dan angka jika angka tersebut melambangkan jumlah huruf.

Misalnya:

  • BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia)
  • LP3I (Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia)
  • P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan)

6. Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing.

Misalnya:

  • di-sowan-i (bahasa Jawa, 'didatangi')
  • ber-pariban (bahasa Batak, 'bersaudara sepupu')
  • di-back up
  • me-recall
  • pen-tackle-an

7. Tanda hubung digunakan untuk menandai bentuk terikat yang menjadi objek bahasan.

Misalnya:

  • Kata pasca- berasal dari bahasa Sanskerta.
  • Akhiran -isasi pada kata betonisasi sebaiknya diubah menjadi pembetonan.

TANDA PISAH

1. Tanda pisah dapat dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.

Misalnya:

  • Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
  • Keberhasilan itu—kita sependapat—dapat dicapai jika kita mau berusaha keras.

2. Tanda pisah dapat dipakai juga untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain.

Misalnya:

  • Soekarno-Hatta—Proklamator Kemerdekaan RI—diabadikan menjadi nama bandar udara internasional.
  • Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan pembelahan atom—telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
  • Gerakan Pengutamaan Bahasa Indonesia—amanat Sumpah Pemuda—harus terus digelorakan.

3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat yang berarti 'sampai dengan' atau 'sampai ke'.

Misalnya:

  • Tahun 2010—2013
  • Tanggal 5—10 April 2013
  • Jakarta—Bandung



Sumber: PUEBI

Penggunaan Spasi pada Tanda Baca

 Ini sebenarnya tulisan tambahan untuk artikel sebelumnya DI SINI.
Sudah relatif jelas dibahas, hanya saja sepertinya perlu rangkuman dalam bentuk tabel--sekali lagi.

Sumber: Twitter Ivan Lanin


Banyak karya yang memiliki kualitas bagus.
Namun, terganggu karena tidak sadar ejaan.

Maaf, perlu saya ingatkan kembali bahwa saya bukan siapa-siapa.
Hanya orang awam yang dekat dengan tulis-menulis--ilmiah, ilmiah populer, sastra.
Bukan pakar, tetapi seorang pencinta bahasa Indonesia.

Bagi saya, berbagi adalah salah satu keindahan sejati.
Itu saja!

Meneroka dalam KBBI

Saya terhenyak ...
saat menyadari;
begitu terbatasnya perbendaharaan kata yang saya punya.

Berawal dari postingan Instagram tentang agenda launching buku "Meneroka Sapardi",
saya pun membuka KBBI untuk mendapatkan informasi tentang arti kata "meneroka".

Sumber: lektur.id


Dan seperti biasa ...
googling adalah langkah berikutnya.
Wow ... sudah begitu banyak kata-kata teroka atau meneroka dipakai oleh para penulis.
Hadeeeeeehhhh ... 😭
Menyedihkan sekali saya ini!!!

Oya, meneroka berasal dari kata dasar teroka.
Ini artinya, untuk yang belum tahu kek saya:
----------
teroka/te·ro·ka/ v, meneroka/me·ne·ro·ka/ v membuka daerah atau tanah baru (untuk sawah, ladang, dan sebagainya); merintis; menjelajahi: para transmigran ~ hutan belantara untuk dijadikan kampung;

peneroka/pe·ne·ro·ka/ n pembuka daerah atau tanah baru; pembuka jalan; perintis
----------

Setidaknya saya punya kosakata baru--pengganti--dari kata menjelajahi atau merintis.
Sudahlah; belajar adalah proses.
Meskipun mungkin timbul stress!
Daripada ga pernah baca, tau2 gila!!!
Eh ... enggaaak ... bercanda.

Silakan juga untuk yang tertarik bergabung di sini.
Saya bukan panitia, jadi mungkin bisa tanya langsung kepada yang punya event.
Ini hanya upaya menebar kebaikan.
Semoga berkah. Aamiin.


Yk - Mar.16.2021,  jelang siang


Acuh vs Peduli

 Sadar atau tidak sadar ...

Saya sebagai penulis blog adalah agen kesalahkaprahan dalam berbahasa
Tapi saya tidak mau sendiri ...
Karena penggunaan kata yang tidak tepat, dibawa oleh siapa saja yang menyampaikan ide lewat lisan atau tulisan
(Ini upaya ngeles ... Hehehe)

Sumber: picturequotes.com


Kali ini saya ambil contoh kata ACUH dan PEDULI
Saya adalah salah satu yang pernah menggunakan 2 kata ini secara tidak benar.
Setidaknya berulang menyanyikan lagu yang salah liriknya
Seperti ini ...

Kau boleh acuhkan diriku
Dan anggap ku tak ada
Tapi takkan merubah perasaanku
Kepadamu

(Once - AKU MAU)

Maafkanlah aku acuhkan dirimu
waktu petama kali tersenyum padaku
Maafkanlah aku jejali dirimu
Dengan segala kisah sumpah serapahku
(Slank - MAAFKAN)


Kau membuat, ku berantakan.
Kau membuat, ku tak karuan.
Kau membuat, ku tak berdaya.
Kau menolakku, acuhkan diriku
(D'Masiv - CINTA INI MEMBUNUHKU)

Yuuuk ....
Kita lihat dulu rujukan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia

Arti kata ACUH adalah :

acuh v peduli; mengindahkan: ia tidak -- akan larangan orang tuanya;
-- tak -- tidak menaruh perhatian; tidak mau tahu;

mengacuhkan/meng·a·cuh·kan/ v memedulikan; mengindahkan: tidak seorang pun yang ~ nasib anak gelandangan itu;

acuhan/acuh·an/ n hal yang diindahkan; hal yang menarik minat



Sedangkan arti kata PEDULI adalah :

peduli/pe·du·li/ v mengindahkan; memperhatikan; menghiraukan: mereka asyik memperkaya diri, mereka tidak -- orang lain yang menderita;

memedulikan/me·me·du·li·kan/ v mengindahkan; menghiraukan; memperhatikan; mencampuri (perkara orang dan sebagainya): orang tua itu suka ~ orang lain;

kepedulian/ke·pe·du·li·an/ n perihal sangat peduli; sikap mengindahkan (memprihatinkan);~ sosial sikap mengindahkan (memprihatinkan) sesuatu yang terjadi dalam masyarakat

KESIMPULAN :
ACUH = PEDULI

So ... 
Jangan lagi menggunakan kata ACUH dengan konotasi TAK PEDULI

Tapi 3 lagu di atas memang enak didengar
Biarlah saya menyanyikannya dengan lirik yang sama
Acuh ...
Tak Acuh ...
Hahaha

Semoga bermanfaat ya.


Sumber: Ragam Info


Budaya Membaca Bangsa Indonesia

Saya pernah menyinggung budaya baca di lingkungan kerja saya (di sini)
Memprihatinkan! (maaf)

Saya coba kompilasi beberapa sumber berita lebih lanjut tentang minat baca di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan UNESCO pada tahun 2016 terhadap 61 negara di dunia menunjukkan kebiasaan membaca di Indonesia tergolong sangat rendah. Hasil studi yang dipublikasikan dengan nama "The World’s Most Literate Nations", menunjukan Indonesia berada di peringkat ke-60, hanya satu tingkat di atas Botswana dan persis berada di bawah Thailand (urutan 59).

Courtesy of uprint.id